Terapkan Car Free Month, Wisatawan Siap-siap Jalan Kaki dan Berkuda Nikmati Bromo

Wisatawan bakal bersensasi dengan jalan kaki dan berkuda saat menikmati kawasan Gunung Bromo. (rhd)

Larang masuk kendaraan bermotor, mulai 24 Januari – 24 Februari 2020

Kota Malang, SERU – Bagi wisatawan yang akan menikmati kawasan pegunungan Bromo dan sekitarnya, bakal merasakan sensasi jaman dahulu ketika kendaraan bermotor belum ada. Dimana untuk mencapai titik-titik tertentu, pengunjung diharuskan berjuang menempuh perjalanan dengan jalan kaki, bersepeda, berkuda, dan tandu, selama 1 bulan ke depan mulai 24 Januari hingga 24 Februari 2020.

Bacaan Lainnya

“Kebijakan Car Free Month (CFM) atau bulan bebas kendaraan bermotor ini dikeluarkan pihak Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), sebagai bentuk penghormatan pada kearifan lokal/adat masyarakat Tengger pada wulan kepitu kalender Tengger, atau elama 24 Januari-24 Februari 2020,” ungkap Kepala Balai Besar TNBTS, John Kenedie, dalam keterangan resminya.

Disebutkan JK, sapaan akrabnya, Wulan Kepitu merupakan bulan yang dianggap suci untuk melakukan laku mutih dalam mengasah kemampuan bathin bagi sesepuh tengger. Disertai menjauhkan diri dari laku yang bersifat keduniawian dengan menyelaraskan diri dalam lingkungan agar tenang dan tentram.

Nantinya, kendaraan bermotor dilarang berkeliaran di sekitar Pura Luhur Poten. (rhd)

Baca Juga : Mulai 1 Desember, Masuk Bromo Wajib Booking Online

“Selain penghormatan kearifan lokal, CFM juga sebagai momentum recovery ekosistem kawasan bromo dan sekitarnya untuk memulihkan ekosistem secara alami,” imbuh JK, usai rapat teknis yang diikuti perwakilan BTS, stakeholder  terkait dan mitra pelaku wisata, serta pemerhati lingkungan BB TNBTS.

Pemberlakukan Car Free Month, dilakukan sejak dari 3 pintu masuk. Diantaranya Jemplang (pintu masuk wilayah Coban Trisula, Kabupaten Malang), Cemorolawang (pintu masuk Tengger Laut Pasir, Kabupaten Probolinggo), dan Pakis Bincil (pintu masuk Penanjakan, Kabupaten Pasuruan).

“Aktivitas wisata di kawasan bromo dan sekitarnya, diberlakukan dengan menggunakan kuda, jalan kaki, bersepeda atau tandu. Seperti kaldera Gunung Bromo, meliputi lautan pasir dan kawasan savana, bebas dari kendaraan. Kecuali untuk kepentingan dinas, kondisi darurat (emergency rescue) dan pemantauan (patroli ) kawasan,” tandas JK.

Sesepuh tokoh masyarakat Tengger, Supoyo, mengapresiasi kebijakan CFM ini. Pasalnya, ada banyak manfaat yang bisa didapat bagi komunitas, lingkungan, masyarakat, dan stakeholders. “Kebijakan CFM pada prinsipnya merupakan apresiasi atau penghormatan kepada masyarakat Tengger. Untuk itu masyarakat Tengger harus mendukung. Sekaligus moment recovery ekosistem kawasan bromo dan sekitarnya untuk memulihkan kawasan TNBTS secara alami,” paparnya.

Selain itu, lanjut Supoyo, kebijakan CFM bagi masyarakat Tengger merupakan wujud implementasi Trihitakarana, yaitu harmonis manusia dengan Tuhan, harmonis manusia dengan manusia, dan harmonis antara manusia dengan alam. (rhd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *